Jumat, 10 Juli 2009

Analisis Data Dari Media Automatic Weather Station (AWS) Sebagai Instrumen untuk mendukung Kegiatan Penerapan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC), BPPT

BAB I
PENDAHULUAN
1. Judul
Judul yang diambil penulis dalam rangka pelaksanaan kuliah kerja lapangan ini adalah “Analisis Data Dari Media Automatic Weather Station (AWS) Sebagai Instrumen untuk mendukung Kegiatan Penerapan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC), Badan pengkajian dan penerapan Teknologi”.

2. Latar Belakang
Kuliah Kerja Lapangan Ini dilaksanakan di uit pelaksanaan teknis (UPT) Hujan Buatan BPPT sehingga diharapkan akan diperoleh banyak pengalaman yang berkaitan dengan ilmu yang dipelajari yaitu bidang fisika.

3. Tujuan Kuliah Lapangan
Tujuan umum adalah untuk memenuhi mata kuliah wajib di program study pendidikan fisika jurusan pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Membandingkan teori yang diperoleh di bangku kuliah dengan keadaan yang sebenarnya dilapagan, mengetahui berbagai macam penerapan teori yang diperoleh selama kuliah, menambah pengalaman dan wawasan penyusun dalam mengenal keadaan di tempat kerja yang sebenarnya sehingga tidak hanya mengerti dalam bidang teori saja tetapi juga memahami dan terampil dalam melaksanakan teori-teori yag diperoleh.
Tujuan khusus adalah untuk memetakan faktor penentu dari variabilitas dari sebuah alat automatic weather station dan kegiatan teknologi modifikasi cuaca.

4. Batasan Masalah
Dalam laporan Kuliah Kerja Lapangan ini penulis membatasi permasalahan yang sesuai dengan judul sebagai suatu analisis dari media untuk mencatat curah hujan yang biasa disebut dengan automatic weather station (AWS) sebagai pendukung terlaksananya kegiatan teknologi modifikasi cuaca.



5. Sejarah Singkat Badan pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) adalah lembaga pemerintah non-departemen yang berada dibawah koordinasi Kementerian Negara Riset dan Teknologi yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengkajian dan penerapan teknologi. Proses pembentukan BPPT bermula dari gagasan Mantan Presiden Soeharto kepada Prof Dr. Ing. B.J. Habibie pada tanggal 28-Januari-1974. Dengan surat keputusan no. 76/M/1974 tanggal 5-Januari-1974, Prof Dr. Ing. B.J. Habibie diangkat sebagai penasehat pemerintah dibidang advance teknologi dan teknologi penerbangan yang bertanggung jawab langsung pada presiden dengan membentuk Divisi Teknologi dan Teknologi Penerbangan (ATTP) Pertamina.
Melalui surat keputusan Dewan Komisaris Pemerintah Pertamina No.04/Kpts/DR/DU/1975 tanggal 1 April 1976, ATTP diubah menjadi Divisi Advance Teknologi Pertamina. Kemudian diubah menjadi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia No.25 tanggal 21 Agustus 1978. Diperbaharui dengan Surat Keputusan Presiden No.47 tahun 1991.
Berikut kepala-kepala BPPT dari awal berdiri sampai sekarang:
Periode
1. Prof. Dr.Ing. B.J. Habibie • 1974-1998
2. Prof. Dr. Rahardi Ramelan • 1998-1998
3. Prof. Dr. Zuhal MSEE • 1998-1999
4. Dr. A.S. Hikam • 1999-2001
5. Ir. M. Hatta Rajasa • 2001-2004
6. Dr. Kusmayanto Kadiman • 2004-2006
7. Prof. Ir. Said Djauharsyah Jenie, Sc.D • 2006-2008
8. Dr. Ir. Marzan A. Iskandar • 2008-Sekarang
TUGAS POKOK
Melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengkajian dan penerapan teknologi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
FUNGSI
• Pengkajian & penyusunan kebijakan nasional di bidang pengkajian dan penerapan teknologi
• Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPPT.
• Pemantauan, pembinaan dan pelayanan terhadap kegiatan instansi pemerintah dan swasta dibidang pengkajian dan penerapan teknologi dalam rangka inovasi, difusi, dan pengembangan kapasitas, serta membina alih teknologi.
• Penyelenggaraan pembinaan & pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi & tatalaksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, persandian, perlengkapan & rumah tangga.
WEWENANG
• Penyusunan rencana nasional secara makro di bidangnya.
• Perumusan kebijakan di bidangnya untuk mendukung pembangunan secara makro.
• Penetapan sistem informasi di bidangnya.
Kewenangan lain yang melekat dan telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu:
a. Perumusan & pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengkajian & penerapan teknologi.
b. Pemberian rekomendasi penerapan teknologi & melaksanakan audit teknologi.












Oraganisasi









6. Sejarah Singkat UPT-Hujan Buatan
UPT Hujan Buatan didirikan pada tahun 1985, yang berfungsi untuk meningkatkan intensitas curah hujan, pengisian waduk irigasi teknis dan pembangkit listrik tenaga air (PLTA), mengantisipasi bencana penyimpangan iklim (kekeringan dan banjir).
Dalam Perjalanan waktu, hasil pengembangan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) telah mampu meningkatkan pelayanan kepada pemerintah dan masyarakat secara signifikan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan permintaan TMC dari waktu ke waktu. TMC bukanlah merupakan kegiatan membuat hujan melainkan merupakan kegiatan untuk mempercepat dan memperbanyak curah hujan.
Sejak dilakukan uji coba pertama kali Tahun 1977 atas gagasan Presiden Soeharto waktu itu, yang difasilitasi oleh Prof. Dr. Ing.-BJ Habibie melalui Advance Teknologi sebagai embrio BPPT, hingga saat ini telah lebih dari 58 kali dilakukan pelayanan TMC untuk pengisian waduk, mengatasi kekeringan, menanggulangi kebakaran hutan dan lahan.
Program Utama UPT-Hujan Buatan
• Capacity Building
• Menciptakan Suasana Kerja yang Nyaman
• Memberikan Pelayanan prima
Visi
• Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) Suatu Solusi Teknis Dalam Penanggulangan Bencana Penyimpangan Iklim.

Misi
• Memberikan layanan jasa Teknologi Modifikasi Cuaca
• Meningkatkan kualitas SDM dalam rangka peningkatan profesionalisme;
• Mengkaji dan mengembangkan teknologi baru baik peralatan dan strategi pelaksanaan serta melakukan promosi (sosialisasi) manfaat teknologi modifikasi cuaca dalam rangka peningkatan melayanan jasa Teknologi Modifikasi Cuaca ;
• Memberikan layanan informasi, proses administrasi yang cepat dan akuratdalam rangka pelayanan dan pengembangan teknologi modifikasi cuaca.
Tugas dan Fungsi
Tugas
• Tugas pokok Uni Pelaksana Teknis Hujan Buatan adala melaksanakan pengkajian dan penerapan teknologi modifikasi cuaca dalam pembuatan hujan, serta memberikan pelayanan kepada instansi pemerintah dan swasta yang memelukan air hujan.
Fungsi
Untuk menjalankan tugas pokok tersebut UPT Hujan Buatan mempunyai fungsi :
• Menyusun program pengkajian dan penerapan teknologi modifikasi cuaca dalam pembuatan hujan;
• Melaksanakan pengkajian dan penerapan teknologi baru dalam rangka meningkatkan dayaguna dan hasil guna pembuatan hujan;
• Memberikan pelayanan kepada instansi pemerintah dan swasta yang memerlukan tambahan atau pengurangan intensitas hujan;
• Melakukan tata usaha.
Sasaran dan Strategi
• Terwujudnya peningkatan kemampuan dan pofesionalisme SDM.
• Terwujudnya peningkatan dan kemampuan pelayanan TMC dalam mengatasi bencana alam akibat penyimpangan iklim dan cuaca.
• Terwujudnya jaringan kerja (network) yang baik antara UPT Hujan buatan dengan instansi terkait baik pusat dan daerah, pemerintah dan swasta dalam rangka pemanfaatan TMC.
Struktur organisasi


Ka. UPT : Ir. Syamsul Bahri, MSc
1. Bidang Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pembuatan Hujan:
- Kepala Bidang: Dr. Ir. Mahally K, MSc
- Prof. Untung Haryanto, MSiDr. Edvin Aldrian BEng., MSc
- Drs. Supri Yono MT
- Ir. Pitoyo S. Sarwono MSc
- Drs. R. Djoko Gunawan
- Dra. Mimin Karmini MSc
- Dwipa W. Soehoed MSc
- Ir. Erwin Mulyana MSc
- Dr. Findy Renggono BEng
- M. Djazim Syaifullah SSi, MSi
- Tri Handoko Seto SSi, MSc
- Drs. F. Heru Widodo MSi
- Drs. Sunu Tikno MSi
- Drs. Sutrisno MSc
- Ir. Asril MSi
- Jon Arifian SSi
- Budi Harsoyo SSi
- Budi Darmawan S, ST, MTI
- Ridwan S.Kom
- Dini Harsanti, SSi, MSi
2. Bidang Perencanaan dan Penunjang Pelaksanaan
- Kepala Bidang: Drs. M. Husni MT
- Ir. Ham Hilala MT
- Rahmat Wardi
- drs. Rino Bahtiar Yahya MT
- drs. Satyo Nugroho MSi
- dra. Sri Lestari
3. Bagian Administrasi
- Kepala Bidang: M. Muchlis SE
- Komar Suryatama SSos
- M. Yusef Tiansyah SE
- Sudianto MSc
- Sunardi SE
- drs. Chanda M. Mangan, MS
- Imat Ruhimat SIP
- Heri Permono
- Agung Sundoro SE, MM
- Sukatno
- Ramdan Budiyanto SE

4. Sekretariat
- Titti Wienarni
- Nendes Handayani
- Muchidin SE
- Suparmin Feqih SE
- Nurhadi Arifin AMD
- Warsun
- Pamuji
- Zaldy Lijuardi Salim
- Fahrul Rozi
- Gunawan Muliana AMD
- Dwi Purwaningsih
- Yanto
5. Pengamanan Lab Serpong
- Safrizal
- Nurwachid
- Misman Sunaji
- Purna Bakti
- Ir. Baginda
- Mardjuki Napis
- Ferry Halatu BA
- Syahrul Munir











BAB II
METODOLOGI
AWS (Automatic Weather Station)
AWS (Automatic Weather Stations) merupakan suatu peralatan atau sistem terpadu yang di disain untuk pengumpulan data cuaca secara otomatis serta di proses agar pengamatan menjadi lebih mudah. AWS ini umumnya dilengkapi dengan sensor, RTU (Remote Terminal Unit), Komputer, unit LED Display dan bagian-bagian lainnya.
Sensor-sensor yang digunakan meliputi sensor temperatur, arah dan kecepatan angin, kelembaban, presipitasi, tekanan udara, pyranometer, net radiometer.
RTU (Remote Terminal Unit) terdiri atas data logger dan backup power, yang berfungsi sebagai terminal pengumpulan data cuaca dari sensor tersebut dan di transmisikan ke unit pengumpulan data pada komputer.
Masing-masing parameter cuaca dapat ditampilkan melalui LED (Light Emiting Diode) Display, sehingga para pengguna dapat mengamati cuaca saat itu (present weather ) dengan mudah.
BMG telah memasang beberapa peralatan AWS baik yang terpasang secara terintegrasi (AWS wilayah Jabodetabek) maupun yang berdiri sendiri (tidak terintegrasi). Saat ini AWS yang terpasang di stasiun pengamatan BMG telah lebih dari 70 peralatan dengan berbagai merk (a.l. Cimel, Vaisala, Jinyang, RM Joung dsb), sehingga hal ini relatif cukup sulit jika kita akan melakukan pemeliharaan karena memerlukan beberapa orang yang menguasai peralatan masing-masing merk. Kondisi ini diharapkan tidak mejadi penghalang bagi teknisi BMG untuk menguasai teknologi AWS tersebut justru diharapkan menjadi tantangan untuk dihadapi.





KOMPONEN AWS
Secara umum AWS dibagi menjadi beberapa bagian utama, yaitu
a. Sensor
 Wind speed
 Wind direction
 Humidity
 Temperature
 Solar radiation
 Air Pressure
 Rain gauge
b. Data Logger
c. Komputer (sistem perekam dan sistem monitor)
d. Display (optional)
e. Tiang untuk dudukan sensor dan data logger
f. Penangkal petir
Spesifikasi teknis dari masing-masing komponen biasanya ditentukan, sesuai dengan dimana AWS tersebut akan dipasang.
HUBUNGAN ANTAR KOMPONEN AWS
Secara umum semua AWS mempunyai prinsip kerja yang relatif sama, hal ini juga terlihat pada hubungan antar komponen dari AWS tersebut.
Contoh hubungan antar komponen AWS ada pada gambar 1 dan 2.
Gambar 1. Blok Diagram AWS
Gambar 2. Blok Diagram RM Joung AWS
I. SENSOR
Sensor yang digunakan pada AWS secara umum dibagi menjadi 2 (dua) kelompok sensor, yaitu :
a. Primary Sensors
 Air Temperature
 Precipitation
b. Secondary Sensors
 Wind Speed
 Global Solar Radiation
 Ground Surface (Skin) Temperature
 Solar panels & Wind power (optional)
 Extended Range Operating Envelopes
STANDARISASI PENEMPATAN PERALATAN AWS
Dalam pemilihan dan menentukan penempatan peralatan AWS yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :

Gambar 3. Standarisasi Penempatan AWS
a) Kedudukan standar peralatan AWS
• Di atas tanah yang tertutup rumput pendek atau pada area lokal reperesentatif
• Sensor-sensor meteorologi harus diletakkan jauh dari pengaruh luar seperti bangunan dan pohon (jarak tergantung daripada variabel jenis penghalang).
• Sensor harus diletakkan pada ketinggian yang sama (dan ditempatkan) sesuai dengan peralatan konvensional.
• Jaga kestabilan terhadap lokasi (perubahan tumbuh-tumbuhan, bangunan, dll)
b) Sensor Temperatur dan Kelembaban
• Diletakkan di bagian dalam dan teduh atau terlindung pada tingginya 1.25 sampai 2.0 m (tidak berventilasi atau yang berventilasi).
• Jenis,bentuk dan warna perisai yang berbeda memberi hasil pengukuran berbeda.
• Untuk perbandingan data dan kompatibel data dapat diinstall seperti pada Gambar 1 dan 2.
c) Pengukuran Curah hujan
• Berada pada lokasi terbuka yang kebanyakan instrumentasinya dipasangkan agak jauh dari raingauges.
• Pada ketinggian 1 m di atas tanah akan memberikan hasil yang berbeda dari pengukuran pada ketinggian 3 m atau 30 cm diatas tanah atau di dalam suatu lubang (galian) kecil;
d) Pengukuran Angin
• Ketinggian Standart baku adalah 10 m di atas tanah lapang terbuka ( jarak dari penghalang sekitar 10 kali dari tinggi penghalang);
• Kecepatan Angin terukur pada ketinggian rendah adalah + 10 m di atas permukaan tanah.Diperlukan untuk titik pengamatan lainnya.
Gambar 4. Classic Stevenson Screen


PENEMPATAN SENSOR
Dalam penempatan Sensor-sensor AWS yang harus diperhatikan /diutamakan agar sensor dapat dipakai sesuai dengan kebutuhan seperti :
• Daerah batas-pengukuran;
• Data representatif;
• Kompatibel Data;
• Ketelitian;
• Kestabilitasan data untuk jangka panjang.
a. Daerah batas pengukuran dan data representatif
Di dalam peralatan Klimatologi, AWS dapat dipasang pada daerah / wilayah yang berbeda (perlu dipertimbangkan luasan cakupan /range pengukuran dan temperatur di daerah Tropis, Lintang tinggi atau daerah kutub ). Selain itu juga tergantung juga pada kebutuhan pemakai; Seperti pada daerah cakupan / range pengukuran ceilometer CT25K adalah 0-25.000ft sedangkan untuk CT12K adalah 0-12,500 ft saja
b. Kompatibel Data
Dalam rangka mencapai kompatibel data saat penggunaan jenis sensor yang berbeda , shielding and different exposure sensor yang berbeda dilakukan pada variabel yang sama, koreksi pada saat pengukuran aktual adalah perlu, seperti dalam pengukuran presipitasi atau kecepatan angin pada ketinggian berbeda di atas tanah.
c. Ketelitian
Kedekatan antara hasil suatu pengukuran dan suatu nilai sebenarnya mutlak diperlukan. Untuk itu diperlukan ketelitian operasional yang berbeda, yaitu tergantung dari aplikasi, seperti perbedaan ketelitian jangkauan untuk variabel tertentu. Seperti; Tinggi awan : ketelitian yang diperlukan adalah 10% untuk ketinggian > 100 m, ketelitian jangkauan ( menggunakan CT25K) adalah 50 ft untuk keseluruhan range pengukuran.
d. Kestabilitasan data jangka panjang
Kemampuan untuk menyimpan ketelitian hasil pengukuran untuk periode yang lama dan dapat dinyatakan oleh drift ( kestabilitasan kalibrasi sensor terhadap waktu). Stabilitas keakuratan data yang baik dapat menghemat biaya dan waktu.
Karakteristik Sensor
Untuk menghasilkan ketelitian dan ketepatan pengukuran dari suatu sensor perlu dilakukan pengamatan khusus pada sensor AWS seperti :
• Resolusi;
• Repeatabilitas;
• Linearitas;
• Respon Time;
• Drift;
• Histeresis.
1. Resolusi, adalah perubahan terkecil yang terjadi pada sensor untuk dapat mendeteksi. Hal ini merupakan suatu nilai kwantitatif kemampuan untuk menandakan suatu sensor dapat memberikan nilai terdekat dengan indikasi kwantitasnya.
2. Repeatabilitas, adalah kemampuan sensor untuk mengukur suatu variabel lebih dari satu kali dan menghasilkan data / output yang sama dalam kondisi lingkungan yang sama pula.
3. Linearitas, adalah gambaran tentang penyimpangan sensor dari perilaku garis lurus idealnya.
4. Waktu respon, adalah waktu yang dibutuhkan sensor bila terjadi perubahan dengan pengukuran 63% dari perubahannya. Interval waktu antara waktu sesaat ketika stimulus terjadi pada subjek dalam tetapan perubahan kasar dan waktu sesaat ketika waktu respons tercapai dan meninggalkan dalam batas tertentu di sekitar nilai tetapnya ( Steady value ).
5. Drift, adalah kalibrasi kestabilitasan sensor dengan waktu.
6. Histeresis, adalah kemampuan sensor untuk menghasilkan pengukuran yang sama apakah peristiwa yang sedang berlangsung akan terus bertambah atau akan berkurang (Gambar 5).
Gambar 5. Grafik Histeresis
Akuisisi dan Pengolahan data
a. Sampling sensor output, adalah Sampel pengukuran tunggal, yaitu salah satu dari satu rangkaian suatu sistem sensor ( satu pengamatan diperoleh dari sejumlah sampel ). Frekwensi Sampling yang berbeda digunakan :
• Untuk temperatur (5-6 kali suatu menit),
• Untuk wind gust (tiap-tiap 3 detik ), dll.
b. Konversi keluaran sensor, adalah perubahan bentuk nilai-nilai keluaran sensor secara elektronik ke dalam unit parameter meteorologi.
c. Liniarisasi, jika transducer output tidak sebanding dengan kwantitas saat pengukuran, maka sinyal berbentuk linear, hal ini dapat digunakan sebagai instrument kalibrasi.
d. Smoothing, digunakan untuk meniadakan sekecil mungkin noise ( fluktuasi dan kesalahan acak tidak sesuai untuk pemakaian ini ).
e. Rata-Rata, digunakan untuk membuang variabilitas-variabilitas kecil yang ada di atmosfir. Hal itu perlu dilakukan untuk memperoleh pengamatan representatif dan kompatibel data dari sensor berbeda.
f. Koreksi, adalah penyesuaian data untuk menggantikan kesalahan yang terjadi sepanjang interval pengamatan sebagai akibat efek dari lingkungan ataupun dari instrumentasi.
g. Perhitungan perolehan data, kalkulasi jumlah statistik (ekstrim, total); data yang diperoleh dari parameter meteorologi (jarak penglihatan, titik embun dari kelembaban).
AWS REKAYASA
Pada tahun anggaran 2005 dan 2006 Badan Meteorologi dan Geofisika cq. Pusat Sistem Instrumentasi dan Kalibrasi bekerja sama dengan staf GM ITB dan juga staf dari industri hardware dan software telah melaksanakan kegiatan dibidang rekayasa AWS. Hasil rekayasa AWS tahun 2005 kita sebut dengan AWS MGA-05, sedangkan untuk Kegiatan tahun 2006 kita sebut AWS MGA-06.

Gambar 6.a. AWS MGA-05 Rekayasa

Gambar 6.b. Blok Diagram AWS MGA-05 Rekayasa

Gambar 7.a. AWS MGA-06 Rekayasa

Gambar 7.b. Blok Diagram AWS MGA-06 Rekayasa


Teknologi Modifikasi Cuaca
Bencana alam di indonesia yang disebabkan oleh faktor iklim dan cuaca seperti kekeringan, banjir, kebakaran hutan dan lahan serta tanah longsor yag hampir setiap tahun terjadi dan mengakibatkan korban jiwa dan kerugian mareril yang tidak sedikit. Iklim dan cuaca di indonesia sangat spesifik dan menyebabkan ketidakpastian dalam memprediksi, hal ini berakibat sulitnya merealisasikan semua rencana yang terkait dengan iklim dan cuaca seperti masa tanam,masa panen yang akan berdampak negatif terhadap laju pembangunan nasional. Selain itu pengaruh pemanasan global dapat dipastikan bencana iklim dan cuaca akan semakin dahsyat dan berkepanjangan, sementara itu upaya yag dilakukan selama inni tidak Mmpu mengatasi hingga tuntas karena tidak menyentuh substansi permasalahan yaitu hujan.oleh karena itu untuk mengatasinya diperlukan teknologi yang terkait dengan iklim dan cuaca yaitu teknologi modifikasi cuaca (TMC).
Tenologi modifikasi cuaca (TMC) dilakukan meniru proses yang terjadi pada hujan di dalam awan. Sejumlah partikel higroskopik diangkut dengan pesawat ditambahkan langsug ke dalam awan. Pelepasannya bisa dilakukan di bawah dasar awan atau bisa juga dilepas langsung ke dalam awan. Dengan berlangsugnya pembesaran tetes secara lebih awal maka hujan juga turun lebih cepat dari awan dan proses yag terjadi lebih efektif.
Hasil akhir dari upaya ini adalah sebagai berikut :
a. Hujan terjadi lebih awal
b. Frekuensi atau kejadian hujan sehari bisa lebih dari satu kali
c. Cakupan turunnya hujan lebih luas
d. Intensitas hujan lebih besar.
Efek keseluruhan yang terjadi pada daerah yang dilakukan TMC adalah jumlah curah hujan dalam sehari bisa menjadi lebih banyak dibandingkan dengan hujan yang turun apabila daerah tersebut tidak dilakukan TMC. Bila pelaksanaan TMC dilakukan dalam jangka musim tersebut juga bertambah. Pada beberapa tempat di dunia, penambahan curah hujan dari penerapan TMC telah diteliti oleh pakar termasuk di indonesia yaitu sekitar 15-35%. Ini tentu saja sangat berguna untuk pengelolaan sumber daya air di suatu daerah.
Berdasarkan jenis bahan semai yang digunakan penerapan TMC di indonesia dapat dibagi menjadi 2 yaitu TMC sistim powder (menggunakan bahan semai berupa bubuk halus berdiameter 0,4-10µm) dan TMC sistem Flare (berbentuk padat yang dikemas kedalam “tube-tube”)
Manfaat Teknologi Modifikasi Cuaca
Pemanfaatan TMC dalam mengatasi bencana iklim dan cuaca harus dilakukan pada waktu dan lokasi yang tepat. Pola umum curah hujan di indonesia berbeda-beda antara daerah yang satu dengan lainnya, hal ini sangat dipengaruhi oleh letak geografis indonesia dan pergerakan DKAT (Daerag konvergensi Antar Tropis) yang menyebabkan perbedaan curah waktu curah hujan maksimum. Oleh karena itulah waktu penerapan TMC disuatu daeran harus disesuaikan dengan kondisi iklim dan cuacanya.
Penerapan TMC di indoesia sudah dilakukan sejak tahun 1979 dengan berbagai tujuan yaitu menambah curah hujan untuk mengurangi kekeringan, pegisian waduk untuk PLTA, mengurangi curah hujan untuk mengatasi banjir, longsor, mengurangi kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan. Sampai dengan tahun 2008 penerapan TMC di berbagai daerah di indonesia sudah dilakukan lebih dari 68 kali.
Hasil dari penerapan kegiatan TMC sangat akuntabel dimana manfaatnya dapat dihitung dan dimonitori oleh tim independen bersama-sama user. Secara umum penerapan TMC memberikan manfaat yang possitif dengan rasio benefit terhadap cost lebih besar dari 27 (B/C>27). Sebagai contoh penerapan TMC di jawa barat memberikan manfaat pada sekaligus 3 waduk besar yag ada di jawa barat sebesar 34(B?C>34) artinya bila biaya pelaksanaan TMC sekitar 2,5 milyar rupiah, maka nilai manfaatya adalah lebih dari 2,5 milyar x 34 atau 80 milyar rupiah.
Sarana dan prasarana UPT hujan Buatan
Dalam pelaksanaan penerapan TMC, UPT Hujan Buatan didukung dengan peralatan yang cukup memadai serta SDM yang profesional dan pengalaman bidang modifikasi cuaca. Diantaranya 5 buah pesawat cassa 212-200, serta berbagai equipment yag digunakan untuk mendukung operasional seperti mobil radar cuaca, boundary layer radar (BLR), Rawin sounde, penangkar hujan otomatis dan manual, water quality checker, Theodolit baloon, radio komunikasi SSB, serta laboratorium TMC.dalam setiap kegiatan penerapan TMC selalu dilakukan pemantauan terhadap kualitas dari air hujan yang dihasilkan yaitu dengan melakukan upaya pengelolaan lingkungan hidup (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan hidup (UPL). Pemaantauan terhadap lingkungan ini dilakukan dengan melaksanakan kegiatan pengambilan sampel air hujan, air sungai, air waduk pada periode sebelumnya, selama dan setelah kegiatan TMC untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium terhadap parameter kualitas air seperti suhu, rasa, bau, pH (derajat keasaman), DHL (daya hantar listrik), konsentrasi Cl (chlor), konsentrasi NH4-N(amonium), K (Kalsium), Mg(Magnesium), Li(Litium), C(carbon), S(Belerang) dan P (posphor). Hasil pemeriksaan laboratorium kemudian dianalisis untuk melihat apabila terjadi perubahan dalam periode waktu atas dan selanjutnya dibandingkan dengan nilai kadar maksimum PP82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.

0 komentar: