Senin, 13 April 2009

Aksiologi : Nilai kegunaan ilmu; penerapannya terhadap natural science

Aksiologi ilmu terdiri dari nilai-nilai yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana dijumpai dalam kehidupan, yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan simbolik atau pun fisik material (Koento, 2003: 13).

Scheleer dan Langeveld (Wiramihardja, 2006: 155-157) memberikan definisi tentang aksiologi sebagai berikut. Scheleer mengontraskan aksiologi dengan praxeology, yaitu suatu teori dasar tentang tindakan tetapi lebih sering dikontraskan dengan deontology, yaitu suatu teori mengenai tindakan baik secara moral. Adapun Langeveld memberikan pendapat bahwa aksiologi terdiri atas dua hal utama, yaitu etika dan estetika. Etika merupakan bagian filsafat nilai dan penilaian yang membicarakan perilaku orang, sedangkan estetika adalah bagian filsafat tentang nilai dan penilaian yang memandang karya manusia dari sudut indah dan jelek.

Pendekatan-pendekatan dalam Aksiologi

Kattsoff (2004: 319) mendefinisikan aksiologi sebagai ilmu pengetahuan yang menyelediki hakekat nilai yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan. Kattsoff (2004: 323) menyatakan bahwa pertanyaan mengenai hakekat nilai dapat dijawab dengan tiga macam cara yaitu:

  • Subyektivitas yatu nilai sepenuhnya berhakekat subyektif. Ditinjau dari sudut pandang ini, nilai merupakan reaksi yang diberikan manusia sebagai pelaku dan keberadaannya tergantung dari pengalaman. Suatu nilai menjadi suatu yang subyektif apabila sunyek berperan dalam memberikan penilaian kesadaran manusia yang menjadi tolak ukur penilaian, dengan demikian selalu memperhatiakan berbagai pandangan yang dimiliki akal manusia seperti perasaan yang mengarah suka dan tidak suka atau senang dan tidak senang.
  • Obyektivisme dikatakan obyektiv jika nilai tidak tergantung pada subyek atau kesadaran dalam menilai tolak ukur pada suatu gagasan berada pada obyeknya bukan pada subyeknya yang melakukan penilaian.obyektivitas yang logis yaitu nilai merupakan kenyataan ditinjau dari segi ontologi, namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu. Nilai-nilai tersebut merupakan esensi logis dan dapat diketahui melalui akal. Dimana seorang ilmuan harus melihat realitas empiris dengan mengesampingkan kesadaran bersifat ideologis, agama , dan budaya.berbeda dengan Obyektivisme pada masa sekarang dimana semuanaya dipertanyakan dengan keadaan sebenarnya karena ilmu sangat berbeda sekali dengan fakta, yang bersifat obyektif dan netral tetapi ilmu adalah fakta dan penjelasan seorang ilmuan. Dalam hal ini diduga adanya kesadaran ilmuan baik yang berasal dari ideology, budaya, lingkungan social maupun agama.

Situasi nilai meliputi empat hal yaitu pertama, segi pragmatis yang merupakan suatu subyek yang memberi nilai. Kedua, segi semantis yang merupakan suatu obyek yang diberi nilai. Ketiga, suatu perbuatan penilaian. Keempat, nilai ditambah perbuatan penilaian.

Sebelum membahas lebih jauh tentang penerapan natural science saya ingin mencoba menguraikan terlebih dahulu hubungan, persamaan, dan perbedaan antara penerapan secara natural science dengan social science. Dilihat dari hubungannya yaitu sangat erat sekali sebagai contoh seorang ilmuan contoh einstein telah menemukan bom atom tetapi dia takut akan apabila penemuannya itu jatuh pada orang yang tidak bertanggung jawab, nah rasa takut itulah yang dimaksud dengan social yaitu moral, dilihat dari persamaannya yaitu sama- sama mendahulukan akan siakap yang akan diambil, sedangkan dari perbedaan itu sendiri antara natural science dan social science adalah hasil dari produck yang dihasilkan masing- masing jika natural lebih akan hasil produk sedangkan social itu lebih pada teori dan sikap yang dihasilkan.

Nilai kegunaan ilmu

Teori tentang nilai dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika dimana makna etika memiliki dua arti yaitu merupakan suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan manusia dan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan perbuatan, tingkah laku, atau yang lainnaya.

Merupakan kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang kepada ilmu dan teknologi, sain dan teknologi dikembangkan untuk memudahkan hidup manusia agar lebih mudah dan nyaman. Peradaban manusia berkembang sejalan dengan perkembangan sain dan teknologi karena itu kita tidak bisa dipungkiri peradaban manusia berhutang budi pada sains dan teknologi. Berkat sain dan teknologi pemenuhan kebutuhan manusia bisa dilakukan dengan lebih cepat dan mudah. Perkembangan ini baik dibidang kesehatan, pengangkutan, pemukiman, pendidikan dan komunikasi telah mempermudah kehidupan manusia.

Sejak dalam tahap- tahap pertama ilmu sudah dikaitkan dengan tujuan perang, disamping lain ilmu sering dikaitkan dengan faktor kemanusiaan, dimana bukan lagi tekhnologi yang berkembang seiring dengan perkembangan dan kebutuhan manusia, namun sebaliknya manusialah yang akhirnya yang harus menyesuaikan diri dengan teknologi. Menghadapi kenyataan ini ilmu yang pada hakikatnya mempelajari alam sebagai mana adanya mulai mempertanyakan hal yang bersifat seharusnya, untuk apa sebenarnya ilmu itu harus digunakan? Dimana batasnya? Kearah mana ilmu akan berkembang?

Dihadapkan dengan masalah moral dalam menghadapi ekses ilmu dan tekhnologi yang bersifat merusak ini para ilmuan terbagi kedalam golongan pendapat yaitu golongan pertama yang menginginkan bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap nilai- nilai baik itu secara ontologis maupun aksiologi. Sebaliknya golongan kedua bahwa netralisasi terhadap nilai- nilai hanyalah terbatas pada metavisis keilmuan sedangkan dalam penggunaanya ilmu berlandaskan pada moral.golongan kedua mendasarkan pendapatnya pada beberapa hal yakni:

· Ilmu secara factual telah dipergunakan secara destruktif oleh manusia yang telah dibuktikan dengan adanya dua perang dunia yang mempergunakan tekhnologi- tehnologi keilmuan.

· Ilmu telah berkembang pesat dan makin eksetoris sehingga ilmuan telah mengetahui apa yang mungkin terjadi apabila adanya penyalahgunaan.

· Ilmu dapat mengubah manusia dan kemanusiaan yang paling hakiki seperti pada kasus revolusi genetika dan tehnik perubahan social.

Sains dan Dehumanisasi

a. Nuklir

Pada tanggal 2 agustus 1939 Albert Einstein menulis surat kepada presiden Roosevelt yang isinya yaitu merekomendasikan untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mencapai puncaknya pada pembuatan bom atom yang dapat memusnahkan ribuan umat manusia dalam waktu sesaat, pandangan ilmu sebagai berkah dan penyelamat manusia dipertanyakan, apakah ilmu member berkah atau menimbulkan kegoncangan bagi manusia? Einstein mungkin tidak salah dengan rekomendasinya itu, karena seandainya amerika serikat tidak segera membuat bom atom, nazi sedang mempersiapkan diri untuk membuat bom nuklir yang dapat menjadi pembunuh missal.sejak saat itu muncul pertanyaan disekitar kaitan ilmu dengan moral, ilmu dengan nilai, dan tanggung jawat moral ilmuan, untuk apa ilmu dan teknologi dikembangkan?apakah dikembangkan untuk tujuan- tujuan kemanusiaan, atau tujuan perang?apakah ilmu bebas nilai apakah serat pada nilai? Kemana perkembangan ilmu sebenarnya harus diarahkan?

Secara factual ilmu digunakan secara destruktif oleh manusia, yang dibuktikan dengan adanya dua perang dunia yang mempergunakan teknologi- teknologi keilmuan, ilmu bukan saja digunakan untuk menguasai alam melainkan juga untuk memerangi sesame manusia dan menguasai mereka. Disamping berbagai senjata modern juga dikembangkan berbagai tehnik penyiksaan. Tehnologi yang seharusnya menerapkan konsep- konsep sains untuk membantu memecahkan masalah manusia baik perangkat keras maupun yang lunak cenderung menimbulkan gejala anti kemanusiaan( dehumanisme), bahkan kemungkinan mengubah hakikat kemanusiaan itu sendiri, terutama akibat perkembangan sain dan teknologi. Sains bukan lagi sarana yang membantu manusia mencapai tujuan melainkan menciptakan tujuan hidup itu sendiri.

Seorang ilmuan secara moral tidak akan menggunakan penemuannya diprgunakan untuk menindas bangsa lain meskipun yang mempergunakannya adalah bangsanya sendiri, sejarah telah menentukan bahwa para ilmuan bangkit dan bersikap terhadap politik dan pemerintahan yang menurut anggapan mereka melanggar asas- asas kemanusiaan. Mereka akan bersuara sekiranya kemanusiaan akan memerlukan mereka. Dengan suara yang universal, mengatasi golongan, ras, system kekuasaan, agama, dan rintangan yang bersifat social.

Salah satu musuh manusia adalah peperangan yang akan menyebabkan kehancuran, pembunuhan, kesengsaraan, peperangan merupakan fakta dari sejarah kemanusiaan yang sudah mendarah daging. Pengetahuan adalah kekuasaan, hanya kekuasaan yang dapat dipakai untuk kemaslahatan manusia.

b. Rekayasa Genetika

ilmu dalam persfektif sejarah kemanusiaan mempunyai puncak kecemerlangan masing- masing, namun seperti kotak Pandora yang terbuka kecemerlangan itu membawa malapetaka. Perang dunia 1 menghadiahkan bom kuman yang menjadi kutukan ilmu kimia dan perang dunia 2 muncul bom atom produk fisika, dan kutukan apa yang akan dibawa oleh revolusi genetika.

Revolusi genetika merupakan babakan baru dalam sejarah keilmuan manusia sebab sebelum ini ilmu tidak pernah menyentuh manusia sebagai obyek penelaah itu sendiri.dengan penelitian genetika ini menjadi sangat lain kita tidak lagi menelaah organ- organ manusia melainkan manusia itu sendiri yang menjadi objek penelitian yang menghasilkan bukan lagi tekhnologi yang memberikan kemudahan melainkan teknologi yang mengubah manusia itu sendiri, apakah perubahan itu akan dibenarkan dengan moral, yaitu sikap yang sudah dimiliki seorang ilmuan?

Jawabannya yaitu tinggal dikembalikan lagi kepada hakikat manusia itu sendiri, karena sudah kita ketahui bahwa ilmu itu berfungsi sebagai pengetahuan yang membantudalam mencapai tujuan hidupnya, tujuan hidup ini berkaitan erat dengan hakikat kemanusiaan itu sendiri, bersifat otonom dan terlepas dari kajian dan pengaruh ilmiah.

Penemuan dan riset genetika akan digunakan dengan itikad yang baik untuk keluhuran manusia, dan bagaimana sekiranaya riset tersebut jatuh pada tangan yang tidak bertanggung jawab dan mempergunakan penemuan ilmiah ini untuk kepentingannya sendiriyang bersifat destruktif? Apa yang akan diberikan bahwa pengetahuan ini tidak akan dipergunakan untuk tujuan- tujuan seperti itu? Dari pertanyaan itu kita melihat dari sudut ini makin meyakinkan kita bahwa akan lebih banyak keburukannya dibandingkan dengan kebaikannya sekiranya hakikat kemanusiaan itu sendiri mulai dijamah.

Rekayasa yang cenderung menimbulkan gejala anti kemanusiaan (dehumanisme) dan mengubah hakikat kemanusiaan menimbulkan pertanyaan disekitar batas dan wewenag penjelajahan sains, disamping tanggung jawab dan moral ilmuan. Jika sains melakukan telaahan terhadap organ tubuh manusia, seperti jantung dan ginjal barangkali hal itu tidak menjadi masalah terutama jika kajian itu bermuara pada penciptaan teknologi yang dapat merawat atau membantu fungsi- fungsi organ tubuh manusia. Tapi jika sains mencoba mengkaji hakikat manusia dan cenderung mengubah proses penciptaan manusia seperti kasus dalam kloning hal inilah yang menimbulkan pertanyaan disekitar batas dan wewenag penjelajahan sains. yang jadi pertanyaan sekarang sejauh mana penjelajahan sains dan teknologi?

Berkaitan dengan pertanyaan diatas dimana kaitan ilmu dengan moral, nilai yang menjadi acuan seorang ilmuan, dan tanggung jawab social ilmuan telah menempatkan aksiologi ilmu pada posisi yang sangat penting karena itu salah satu aspek pembahasan mendasar dalam integrasi keilmuan adalah aksiologi yang sebelumnya telah dibahas.

Kesimpulan yang dapat ditarik dari seluruh pembahasan yang diatas tersebut menyatakan sikap yang menolak terhadap dijadikannya manusia sebagai objek penelitiaan genetika. Secara moral kita lakukan evaluasi etis terhadap obyek yang tercakup dalam obyek formal ilmu, menghadapi nuklir yang sudah merupakan kenyataan maka moral hanya mampu memberikan penilaian yang bersifat aksiologis, bagaimana kita menggunakan tenaga nuklir untuk keluhuran martabat manusia, menghadapi revolusi yang sudah diambang pintu, kita belum terlambat menerapkanpilihan ontologism.

0 komentar: